Minggu, 20 November 2016

Cerpen Sains



BELUM WAKTUNYA
Karya: Resti Suryani Putri

          


Kicau burung menemani langkah kaki Rere menuju Universitas Lampung tempat biasa Rere berbagi cerita dan canda tawa bersama teman-temanya seusai jam kuliahnya di Universitas Bandar Lampung.
Siapa yang gak nyangka cewek usia 20 tahun ini memiliki rasa terpendam dengan salah satu cowok FKIP Matematika UNILA.
            Siapa yang gak kenal sama Rendi cowok paling cuek seorang guru bimble Matematika dilingkungan rumahnya yang tak jauh dari asrama Rere.
Terlihat sosok Rendi dengan Ken sahabat karibnya di sudut mata Rere yang sedang duduk dibawah pohon beringin tempat biasa Rere menanti teman-temannya.
            “Daaaar!” kejut Deden.
Kejutan Deden tak mengedipkan mata Rere sedikitpun.
Deden mengibas tangannya dalam pandangan Rere.
            “Apaan loh Den?” tanya Rere sembari senyuman manis primadona komunitas penulis Peace Tall tersebut.
            “Nah ini baru teman ku yang paling manis.” sahut Deden.
            “Apaan sich lo itu?”
            “Boten nopo-nopo cah ayu.”
            “BTW,mana yang lainnya ni?”
Tas merah dan hampir semuanya merah siapa lagi kalau bukan Nia.
            “Hai-hai Rere Deden.” sapa cewek tomboy itu.
            “Eh, kueh tar untuk gue mana?”
            “Yeee,, ini untuk Ijal kali,bukan untuk lo. Ini buat kaya proses fotosintesis tau.”
            “Emang Ijal ultah apa yak?” Rere memotong pembicaraan Deden dan Nia.
            “Whahaha,, kaya nya lagi ada yang kebanyakan cahaya di arah timur ya?  
              Tapi ini matahari udah di atas kita tu.”
            “Bener banget yak.” sahut Deden.
            “Hehehe,, udah dech! Sana panggil Ijal kita lanjutin cerpen plus komiknya sama dengan buku kita.”
Teman-teman Rere dalam komunitas Peace Tall melanjutkan buku mereka kembali. Hingga matahari mulai menyembunyikan sedikit demi sedikit sinarnya dan tiba saat mereka kembali untuk melanjutkan aktivitas dirumah untuk beristirahat.

***

            Malam disapa dengan kegelisahan hati Rere yang semakin hari tak tahu mau dibawa kemana perasaan kagum itu.
”Mau curhat kesiapa ya? Ibu kos lagi gak dirumah,teman-teman kos sibuk semua biasa malem minggu.” gumam Rere.
Rasa rindu akan kasih sayang karena anak yang terlahir dari orang tua yang sukses dalam usaha. Tak merasakan 2 kasih sayang dari = 1 sayang Ibu + 1 sayang ayah. Lebih dari keindahan yang selalu dirasakan Rere ketika dirinya bisa membahagiakan orang sekitarnya,mungkin dirinya tak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya tapi dirinya tahu bahwa Allah SWT sangat menyayanginya. Angan dan harapan akan ada sosok pria yang dapat mencintainya dengan banyak kekurangan dalam hidupnya. Terbayang sosok Rendi yang terkadang diam-diam Rere mencari senyuman dari cowok cuek tersebut. Angan dengan penuh volume impian membawa dirinya tertidur dengan tingginya mimpi malam itu.

***

            Seperti kebanyak cewek kota yang setiap paginya berolah raga, begitu juga yang biasa dilakukan Rere selepas shalat subuh. Sepertinya kali ini Rere harus berjalan sendiri karena teman-temannya sudah mendahuluinya.
Lapangan yang tak jauh dari tempat kosnya sudah menanti. Seperti biasa Rere ingin membeli roti rasa keju tempat langganannya dengan gerobak warna biru langit.
            Rere duduk ditempat biasa kak Ari menanti pelangganya.
            “Kak,Rere roti yang seperti biasanya ya kak!” ujar Rere.
            “Maaf mbak! saya adiknya mas Ari.”
Rere tertegun seperti tak asing suara itu,seperti suara yang pernah hadir dalam mimpi-mimpi indahnya. Rere menengok ke arah suara itu.
            “Oh” gumam hati kecil Rere. Rere terdiam tanpa satu kata karena dihadapannya adalah cowok super cuek FKIP Matematika itu.
            “Assalamualaikum mbak!”
            “Oh iya kak,Rere pesan roti keju satu.”
            “Siap mbak. Ada lagi mbak?”
            “Panggil Rere saja kak Rendi!”
Rendi menghiraukan jawaban Rere tanpa menjawabnya dan mengambilkan roti untuk Rere.
            “Terimakasih,kak Rendi ini siapanya kak Ari?”
Cowok cuek itu tertawa kecil.
            “Kenapa kak?” tanya Rere heran.
”kurang lebih 5 menit sebelumnya, tidak lebih dari 10 menit,saya sudah memberi tahu.”
“Hehehe, maaf kak.”
Rendi menjawab dengan senyum ramahnya. Rere memaksa senyum manisnya karena roti sedang ribut dalam indra perasanya.
“Maaf sebelumnya dik,kenapa adik tau nama saya,dan kelihatannya adik ini bukan orang asing.”
“Saya Rere kak,saya sering menulis di bawah pohon beringin tempat kakak kuliah.”
Rere asik ngobrol dengan Rendi dan sambil membantu Rendi berjualan. Satu jam kemudian dagangan itu habis.
Yah siapa yang gak pingin beli kalau yang jual cute-cute gitu ya. Rere pun izin pulang untuk melanjutkan kegiatan setiap hari nya untuk menulis kalau tidak ada jam kuliah.

***


            Lambayan dedaunan menemani Rendi dalam perjalanan pulang.
            “Udah pulang Ren?” tanya Ari.
            “Iya mas.”
            “Bertemu siapa tadi? Kok wajahmu cerah seperti habis disiram gold?”
            “Pelanggan mamas.”
            “Gendut?”
            “Rere namanya,anak UBL.”
            “Owh,cewek supel primadona komunitas penulis.”
            “Panjang amat gelarnya mas?”
            “Whahaha, Rendi Rendi panjangan juga gelar kakak ipar mu. Tari,lihat                   Rendi pipinya merah gak tu!”
            “Iya mas.” jawab istri tercinta Ari.
            “Mbak,mas Ari itu kumat bawelnya itu.”
            “Kalau gak bawel mbak mu gak sayang sama mamas Ren.” ledek Tari.
            “Mandi sana! Jangan kasmaran terus lupa mandi! whahaha,,”
            “Ren,anak-anak udah pada nunggu diruang tengah itu.”
            “Iya mbak.”
Rendi bergegas mandi dan menyiapkan papan tulis kecil miliknya untuk mengajar matematika anak-anak dibangku sekolah dasar yang mau belajar bersamanya.
            Rendi terlihat gelisah dikamarnya seusai shalat magrib setelah bertanya banyak tentang Rere dengan teman-teman nya yang mengenal Rere. Rendi mengingat bahwa kekaguman kepada lawan jenis adalah anugrah terindah dari Allah untuk semua makhluknya. Rendi mencoba berniat ta’aruf di usia 25 dengan Rere walau baru 1 hari mereka berbicara karena Rendi kagum dengan cewek supel yang dibicarakan oleh kakaknya itu.
Sebuah media yang sangat kompleks, berisikan pelarut, pigmen, celupan, resin dan pelumas, sollubilizer yang disatukan dalam bentuk pena menjadi saksi penulisan surat berisi niat suci itu.

***

            Rendi memberanikan diri menemui Rere. Latin Ficus benyaamia L adalah tempat biasa Rere berada disekitar kampusnya.
            “Rere.” Seru Rendi.
            “Ya kak.”
            “Ada titipan untuk Rere.”
            “Ya kak,terimakasih.”
Rendi memberikan senyum yang manis pada Rere dan Rere membalas dengan menundukan kepala dengan senyuman.
Rendi beranjak pergi meninggalkan Rere dan teman-temannya yang asik menulis.
            “Cieeee” saut Nia
            “Ada apa yak?”
            “Ada cowok ganteng nemuin Rere.”
            “Apaloh Nia sayang? Ijal pacarmu ini loh!”
Ijal menengok ke arah cewek tomboy itu.
            “Hehehe,, gak apa apa Ijal Nia.”
Nia melotot ke arah Rere,Rere membalas senyum dan membuat Nia seakan gak pernah bisa marah sama sahabat tersayangnya itu.

***


            Pukul 16.00 WIB.
            “Dreet dreeet” ponsel Rere.
“Dik, kakak kagum dengan Rere,kakak terlahir dari keluarga yang sederhana sedangkan Rere,kita bagaikan siang dan malam. Kakak bahagia bisa kenal Rere semoga Rere juga bahagia kenal kakak.
Rendi.” Isi short message service dari Rendi.
Rere tersenyum lebar membaca sms dari Rendi .
            Tiba-tiba ada no baru menghubungi Rere.
            “Assalamualikum Rere.”
            “Waalaikumsalam,dengan siapa saya bicara?”
            “Ini kak Ari dek.”
            “Iya kak,ada apa kak?”
            “Rendi sudah kembali pada Nya seusai Rendi shalat Asar dek.”
Rere terdiam dan mendengar suara tangis perempuan di samping kak Ari. Hand phone Rere terlepas dari tangannya saat melepas rukuh dari tubuhnya. Rere terdiam dan mencoba kuat menerima kabar dari Ari dan mengirim pesan singkat untuk Nia meminta tolong mengantarkan Rere ke pemakaman umum.

***

Nia mengelus elus pundak sahabatnya sepulang dari pemakaman.
Air mata yang tak pernah terlihat dari wajah primadona Peace Tall dari UBL.
Mutiara itu tertunduk di pelukan Nia.
            “Rere sayang!”
            “Em.”
            “Udah belum mutiaranya?”
            “Rere kagum dengan kakak.”
Nia mendorong pundak Rere dengan perlahan dan mengusap mutiara yang tak boleh keluar dari kantung nya.
            “Rere pasti kuat kan?” tanya Nia sembari tersenyum.
Rere menganggukan kepala perlahan.
            “Sekarang ambil wudhu yuk!”
Rere berdiri perlahan dan berjalan untuk melaksanakan shalat Magrib.
            Malam yang begitu indah dengan beribu bintang. Nia menemani sahabatnya malam ini di kamar kos Rere.

***

Mentari tersenyum menghangatkan setiap orang dalam perjalanan yang tidak mengendarai mobil di sepanjang jalan.
Pagi ini Rere ditemani Nia. Tiba-tiba Rere melihat ke anehan dari pandangan salah satu teman Rere pagi ini. Ya,pandangan dari cowok yang diam-diam mengagumi Rere tanpa sepengetahuan Rere dan Rere tak suka dengan cara cowok itu memandang. Dia Fiki mahasiswa UBL Ilmu Komputer.
Rere tak menghiraukan pandangan dari Fiki. Rere dengan santai berjalan didepannya dengan menundukan pandangannya.
            “Rere!” sahut Nia.
Rere tersenyum manis, Nia tak bisa mengucapkan satu kata pun lagi. Nia saja bisa tertegun melihat senyum manis dari sahabatnya apalagi cowok sekitar mereka yang mencari perhatian Rere. Tapi Rere tak pernah merasakan kalau dirinya yang begitu menarik. Rere dan Nia memasuki ruang semester tiga Teknik Sipil.

***

            Seusai jam kuliah seperti biasa Rere menuju Universitas Lampung dan seperti biasa juga Nia mendahului nya.
            “Rere tunggu dek!” seru suara yang ada setiap hari minggu pagi.
            “Ya kak,ada apa?”
            “Ini kakak mau memberikan sebuah kotak dilemari dengan tertulis nama     mu.” Jawab Ari.
            “Iya kak,terimakasih kak.”
            “Sama-sama dek.” sembari memberikan senyum semangat untuk Rere.
Rere menerima pemberian dari kak Ari dengan memandang kotak berwarna hitam tersebut.
            “Rere mau ke UNILA atau mau pulang?”
Rere tak mendengar pertanyaan dari kak Ari,fikirannya melayang terbayang Rendi berada di dekat gerobak warna biru langit didepan nya.
            “Kak Rendi.” ucap Rere.
Kak Ari tersenyum dengan kaca pandangan yang sedikit berembun.
            “Rere!”
Rere menyadari bahwa dirinya sedikit terbayang oleh cerita bersama Rendi.
            “Iya kak. Em,Rere boleh kerumah kakak?”
            “Ya tentu dek,ada Istri kakak dirumah.”
            “Terimakasih kak. Rere izin kesana ya kak. Assalamualaikum!”
            “Waalaikumsalam.”
Rere menuju rumah kak Ari untuk menemui kak Tari.
           
***

            “Assalamualaikum!”
            “Waalaikumsalam.”
            “Kak,dengan istrinya kak Ari.”
            “Iya,mas Ari sudah bilang ke mbak Tari,ini Rere kan?”
Rere tersenyum sambil mengangguk.
            “Duduk dulu dik! Mbak ambilin minum dulu ya.”
            “Gak usah repot-repot mbak!”
            “Gak papa sebentar.” seru Tari sambil berjalanan ke dapur.
Rere melihat photo Rendi bersama kak Ari.
            “Rere benar-benar manis dan begitu ramah wajar kalau.” Tari berhenti bicara seakan lupa bahwa Rendi sudah tak bersama nya seketika melihat Rere termenung melihat photo suami tercintanya bersama adik iparnya.
Sekejap Tari tersenyum melihat sedikit senyum dari bibir primadona komunitas penulis yang sering diceritakan suaminya.
           


               
               

1 komentar:

  1. Casino Site: Slots, Jackpots, Roulette | Lucky Club
    Lucky Club, open 24/7, offers a full luckyclub.live range of casino games including popular slots and table games including blackjack, roulette, poker, baccarat and

    BalasHapus